Laman

Sabtu, 26 November 2011

kerajaan pagatan

Kerajaan Pagatan (1775-1908) [1]adalah salah satu kerajaan yang pernah berdiri di
wilayahTanah Kusan atau daerah aliran sungai Kusan,
sekarang wilayah ini termasuk
dalam wilayah Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Wilayah Tanah Kusan
bertetangga dengan wilayah
kerajaan Tanah Bumbu (yang
terdiri atas negeri-negeri: Batu
Licin, Cantung, Buntar Laut,
Bangkalaan, Tjingal, Manunggul, Sampanahan). Penguasa Kerajaan Pagatan
disebut Arung (bukan Sultan),
Belanda menyebutnya de Aroeng van Pagattan[2]. Permukiman Pagatan didirikan oleh Puana
Dekke (La Dekke), seorang
imigran suku Bugis atas seijin Sunan Nata Alam atau Panembahan Batuah dari Dinasti Tamjidullah I. Negeri Pagatan
kemudian menjadi sekutu Sunan
Nata Alam untuk menghabisi rival
politiknya yaitu Sultan Amir bin
Sultan Muhammadillah (keturunan
Sultan Kuning) yang menuntut tahta Kesultanan Banjar dengan
dukungan Arung Turawe (Gusti
Kasim) beserta pasukan Bugis-
Paser. Atas keberhasilan
mengusir Sultan Amir dari Tanah
Kusan, La Pangewa/Hasan Pangewa, pemimpin orang Bugis
Pagatan, dilantik Sultan Banjar
sebagai raja Pagatan yang
pertama sekitar tahun 1784. Kerajaan ini semula merupakan
sebagian dari wilayah Kesultanan Banjar selanjutnya menjadi bawahan Hindia Belanda, karena
diserahkan kepada pemerintah
Hindia Belanda dalam Traktat
Karang Intan. Menurut
Staatblaad tahun 1898 no. 178, wilayah kerajaan ini merupakan
"leenplichtige landschappen"
dalam Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe. Wilayah Pusat pemerintahan di kota
Pagatan ibukota Kecamatan Kusan Hilir, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Sejarah Wilayah tenggara Kalimantan
semula merupakan satu wilayah
Kerajaan Tanah Bumbu yang
diperintah oleh keturunan Sultan
Banjar dengan pusat kerajaan
kemungkinan dahulu terletak dekat perbatasan Kerajaan Pasir yaitu di negeri Cengal (Pamukan)
seperti halnya Kerajaan Kotawaringin yang berdiri dekat perbatasan Kerajaan Tanjungpura. Raja Kerajaan Tanah Bumbu yang terkenal
adalah Ratu Intan I, dalam
perkembangannya kemudian
terbagi menjadi beberapa
kerajaan kecil atau
kepangeranan, karena rajanya hanya berhak bergelar Pangeran
atau Ratu seperti gelar putra/
putri Sultan Banjar, karena
sebenarnya wilayah tersebut
merupakan cabang Kesultanan
Banjar yaitu keturunan Pangeran Dipati Tuha bi Sultan
Saidullah. Belakangan juga berdiri
beberapa kerajaan kecil seperti Kerajaan Kusan, Sabamban, Batoe Litjin, Poelau Laoet dan Kerajaan Pagatan yang
diperintah oleh keturunan Dinasti
Tamjidullah I dan sekutunya.
Kalau dilihat luas wilayahnya,
semua kerajaan-kerajaan ini
dapat disamakan dengan sebuah lalawangan (distrik) yang ada di
Kesultanan Banjar pada kurun
waktu yang sama. Daerah Pagatan baru ada
sekitar tahun 1750 dibangun oleh Puanna Dekke', hartawan
asal Tanah Bugis tepatnya dari
daerah Kerajaan Wajo, Sulawesi Selatan. Puanna Dekke' berlayar
menuju Kesultanan Pasir, hatinya tidak berkenan sehingga
menyusuri Kerajaan Tanah Bumbu (sekarang Kabupaten Kotabaru) dan belum menemukan
daerah yang dapat dijadikan
permukiman sampai dia
menemukan sungai yang masuk
dalam wilayah Kesultanan Banjar.
Selanjutnya bertolaklah Puanna Dekke' menuju Banjarmasin untuk meminta izin kepada Sultan Banjar (1734) yaitu Panembahan Batu untuk mendirikan
pemukiman di wilayah tersebut,
yang kelak menjadi Kerajaan
Pagatan. Pada akhirnya wilayah
Kerajaan Pagatan dan Kerajaan
Kusan disatukan menjadi semacam federasi dengan
sebutan Kerajaan Pagatan dan
Kusan dan rajanya disebut Raja
Pagatan dan Kusan. Perjanjian Karang Intan Wilayah kerajaan Pagatan
merupakan salah satu daerah Kesultanan Banjar yang diserahkan oleh Sultan Sulaiman
kepada kolonial Hindia-Belanda
melalui Perjanjian Karang Intan. Kapitan Laut Pulo Atas jasa-jasa La Pangewa dan
pasukannya mengempur pasukan
Pangeran Amir bin Sultan Kuning
yang menjadi rival dari Sultan Tahmidullah II dalam perebutan mahkota kesultanan Banjar, dia
anugerahi gelar Kapitan Laut Pulo[3] mungkin semacam panglima laut yang menjaga
perairan setempat, selanjutnya
menjadi raja di daerah Pagatan.
Walaupun demikian, Sultan Banjar
masih curiga dengan Kapitan
Laut-Pulau seperti surat yang terlihat dalam surat kepada
Blom:
Surat dari Seri Paduka Sultan
Banjar kepada tuan Blom:
"Bahwa ini warkatul ikhlas serta
suci hati, yang tiada berhingga adanya, serta kirim tabek begitu
banyak dari pada sultan Banjar
kepada sahabat kita petor Willem
Blom, yang beroleh selamat umur
panjang dalam dunia adanya. Wa
ba'du kemudian dari pada itu, barang maklum apalah kiranya
kepada sahabat kita, adalah kita
melayangkan warkat ini peri hal
menyatakan, yang kita dapat
kabar dari Kapitan Laut Pulau,
minta senjata poer pukul ilanun. Maka yaitu Kompeni jangan
begitu percaya sama kapitan itu
punya perkataan, karena kita
banyak dapat dia punya dusta,
dan barangkali dia punya kerja
jahat pada negeri-negeri Banjar kembali, jadi bagaimana Kota
Waringin. Maka perkara Kapitan
Laut Pulau ini sahabat kita kasih
ingat pada Kompeni adanya.
Tersurat pada hari Jumat,
delapan likur hari bulan Ramadan, tarikh 1220[4] Afdeeling Pasir en de
Tanah Boemboe (Kalimantan Tenggara) Kerajaan Pagatan merupakan
salah satu daerah leenplichtige
landschappen dalam Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe. Menurut Staatblaad tahun 1898
no. 178, wilayah Afdeeling Pasir
en de Tanah Boemboe, dengan
ibukota Kota Baru, terdiri dari daerah-daerah leenplichtige
landschappen dan daerah
landschap yang langsung
diperintah kepala
bumiputeranya :
1. Pasir
2. Pegatan
3. Koensan
4. Tjingal
5. Manoenggoel
6. Bangkalaan
7. Sampanahan
8. Tjangtoeng
9. Batoe Litjin
10. Sabamban dan
11. Poelau Laoet (Pulau Laut)dengan pulau Seboekoe (Pulau Sebuku) Raja Pagatan dan Kusan
1 1755-1800 La Pangewa Raja
Pagatan I
yang diberi
gelar
Kapitan
Laut Pulo oleh
Panembahan
Batu
2 1830-1838 La Palebi Raja
Pagatan II
3 1838-1855 La Paliweng
(Arung Abdul Rahman) Raja
Pagatan III
4 1855-1863 La Matunra
(Arung Abdul
Karim) Raja
Pagatan
dan Kusan
5 1863-1871 La Makkarau
6 1871-1875 Abdul Jabbar Raja
Pagatan
dan Kusan
7 1875-1883 Ratu
Senggeng
(Daeng
Mangkau) Ratu
Pagatan
dan Kusan
8 1883-1893 H Andi
Tangkung
(Petta Ratu) Raja
Pagatan
dan Kusan
9 1893-1908 Andi Sallo
(Arung
Abdurahman) Raja
Pagatan
dan Kusan Penggabungan Pagatan dan
Kusan (1850) Pangeran Djaja Soemitra anak
dari pangeran M. Nafis dan
menjadi Raja Kusan IV tahun
1840-1850, kemudian ia pindah
ke Kampung Malino dan menjadi
Raja Pulau Laut I pada tahun 1850-1861. Sejak itu
pemerintahan kerajaan Kusan
digabung dengan kerajaan
Pagatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar