Laman

Kamis, 17 November 2011


Indonesia merupakan salah satu
negara yang memiliki kekayaan
flora dan fauna unik yang
penyebarannya sangat terbatas.
Salah satunya adalah jenis satwa
Orangutan (Pongo Pygmaeus) yang populasinya tersebar di
Pulau Sumatera dan Pulau
Kalimantan. Menurut laporan
Center for Orang Utan
Protection, bahwa setidaknya
telah terdapat sekitar 12.000 ekor Orang Utan di seluruh
penyebaran populasi di Indonesia.
Di seluruh dunia hanya ada dua
lokasi yang menjadi habitat asli
Orang Utan, yaitu hutan tropika
di Indonesia dan Malaysia. Salah satu ancaman terbesar
satwa Orang Utan adalah
semakin terdesaknya area
habitat pada kawasan
konservasi alam, akibat
perluasan lahan perkebunan Kelapa Sawit maupun pembukaan
lahan untuk keperluan
penambangan. Semakin
sempitnya habitat tersebut
semakin mengancam pula
ketersediaan rantai makanan yang menyuplai sebagian besar
kebutuhan nutrisi Orang Utan.
Akibatnya, Orang Utan dianggap
sebagai hama, karena sering
mencuri hasil perkebunan kelapa
sawit. Saat ini saja, Orang Utan sudah kehilangan sebesar 80%
habitatnya, akibat semakin
terkurasnya area hutan tropis,
baik di Sumatera maupun
Kalimantan. Kondisi semacam
inilah yang kemudian menjadikan Orang Utan sebagai binatang
buruan. Kejadian terakhir terjadi
di Desa Puan Cepak, Kecamatan
Muara Kaman, Kabupaten Kutai
Kertanegara, Propinsi Kalimantan
Timur. Sebanyak puluhan Orang Utan ditangkapi dan dimutilasi
dalam kondisi hidup oleh
penggarap perkebunan kelapa
sawit. Dalam Pasal 21, Ayat 2, Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya
disebutkan, “Setiap orang
dilarang untuk (a) Menangkap, melukai, membunuh, menyimpan,
memiliki, memelihara,
mengangkut, dan
memperniagakan satwa yang
dilindungi dalam keadaan hidup”.
Kejadian pembantaian Orang Utan di Desa Puan Cepak,
Kecamatan Muara Kaman,
Kabupaten Kutai Kertanegara,
Propinsi Kalimantan Timur cukup
jelas telah melanggar ketentuan
yang telah diatur di dalam perundung-undangan. Disebutkan
pula pada Pasal 40, Ayat 2,
Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya disebutkan, “Barang siapa dengan sengaja
melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1)
dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat
(3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan denda paling banyak
Rp. 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah)”. Selain sanksi
sebagaimana disebutkan pada
Pasal 40, kami meminta Pemerintah memberikan sanksi
sebagai berikut: 1. Sanksi kepada pengelola
maupun pemilik perkebunan
kelapa sawit untuk menutup dan
mencabut ijin usaha perkebunan
kelapa sawit, serta memasukkan
pemiliknya ke dalam daftar hitam investasi di Indonesia. 2. Sanksi dan tindakan keras
dikenakan pula kepada pihak
pemberi ijin usaha di daerah,
yaitu pemerintah daerah
setempat. 3. Sanksi dan tindakan keras
dikenakan kepada aparat
penegak hukum ataupun siapa
saja yang menyalahgunakan alat
negara untuk keuntungan
pribadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar