Laman

Jumat, 18 November 2011

Sejarah kalimantan selatan

Sejarah Provinsi
Kalimantan Selatan Sejarah Pemerintahan
di Kalimantan Selatan
diperkirakan dimulai
ketika berdiri
Kerajaan Tanjung Puri
sekitar abad 5-6 Masehi. Kerajaan ini
letaknya cukup
strategis yaitu di Kaki
Pegunungan Meratus
dan di tepi sungai
besar sehingga di kemudian hari menjadi
bandar yang cukup
maju. Kerajaan
Tanjung Puri bisa juga
disebut Kerajaan
Kahuripan, yang cukup dikenal sebagai
wadah pertama
hibridasi, yaitu
percampuran
antarsuku dengan
segala komponennya. Setelah itu berdiri
kerajaan Negara Dipa
yang dibangun
perantau dari Jawa. Pada abad ke 14
muncul Kerajaan
Negara Daha yang
memiliki unsur-unsur
Kebudayaan Jawa
akibat pendangkalan sungai di wilayah
Negara Dipa. Sebuah
serangan dari Jawa
menghancurkan
Kerajaan Dipa ini.
Untuk menyelamatkan,
dinasti baru pimpinan
Maharaja Sari
Kaburangan segera
naik tahta dan
memindahkan pusat pemerintahan ke arah
hilir, yaitu ke arah
laut di Muhara
Rampiau. Negara Dipa
terhindar dari
kehancuran total, bahkan dapat menata
diri menjadi besar
dengan nama Negara
Daha dengan raja
sebagai pemimpin
utama. Negara Daha pada akhirnya
mengalami
kemunduran dengan
munculnya perebutan
kekuasaan yang
berlangsung sejak Pangeran Samudra
mengangkat senjata
dari arah muara,
selain juga mendirikan
rumah bagi para patih
yang berada di muara tersebut. Pemimpin utama para
patih bernama MASIH.
Sementara tempat
tinggal para MASIH
dinamakan
BANDARMASIH. Raden Samudra mendirikan
istana di tepi sungai
Kuwin untuk para
patih MASIH tersebut.
Kota ini kelak
dinamakan BANJARMASIN, yaitu
yang berasal dari
kata BANDARMASIH. Kerajaan Banjarmasin
berkembang menjadi
kerajaan maritim
utama sampai akhir
abad 18. Sejarah
berubah ketika Belanda
menghancurkan
keraton Banjar tahun
1612 oleh para raja
Banjarmasin saat itu
panembahan Marhum, pusat kerajaan
dipindah ke Kayu
Tangi, yang sekarang
dikenal dengan kota
Martapura. Awal abad 19, Inggris
mulai melirik
Kalimantan setelah
mengusir Belanda
tahun 1809. Dua
tahun kemudian menempatkan residen
untuk Banjarmasin
yaitu Alexander Hare.
Namun kekuasaanya
tidak lama, karena
Belanda kembali. Babak baru sejarah
Kalimantan Selatan
dimulai dengan
bangkitnya rakyat
melawan Belanda.
Pangeran Antasari tampil sebagai
pemimpin rakyat yang
gagah berani. Ia wafat
pada 11 Oktober
1862, kemudian anak
cucunya membentuk PEGUSTIAN sebagai
lanjutan Kerajaan
Banjarmasin, yang
akhirnya dihapuskan
tentara Belanda
Melayu Marsose, sedangkan Sultan
Muhammad Seman
yang menjadi
pemimpinnya gugur
dalam pertempuran.
Sejak itu Kalimantan Selatan dikuasai
sepenuhnya oleh
Belanda. Daerah ini dibagi
menjadi sejumlah
afdeling, yaitu
Banjarmasin, Amuntai
dan Martapura.
Selanjutnya berdasarkan
pembagian organik
dari Indisch Staatsblad
tahun 1913,
Kalimantan Selatan
dibagi menjadi dua afdeling, yaitu
Banjarmasin dan Hulu
Sungai. Tahun 1938
juga dibentuk
Gouverment Borneo
dengan ibukota Banjarmasin dan
Gubernur Pertama dr.
Haga. Setelah Indonesia
merdeka, Kalimantan
dijadikan propinsi
tersendiri dengan
Gubernur Ir. Pangeran
Muhammad Noor. Sejarah pemerintahan
di Kalimanatn Selatan
juga diwarnai dengan
terbentuknya
organisasi Angkatan
Laut Republik Indonesia ( ALRI ) Divisi
IV di Mojokerto, Jawa
Timur yang
mempersatukan
kekuatan dan pejuang
asal Kalimantan yang berada di Jawa. Dengan
ditandatanganinya
Perjanjian Linggarjati
menyebabkan
Kalimantan terpisah
dari Republik Indonesia. Dalam
keadaan ini pemimpin
ALRI IV mengambil
langkah untuk
kedaulatan Kalimantan
sebagai bagian wilayah Indonesia,
melalui suatu
proklamasi yang
ditandatangani oleh
Gubernur ALRI Hasan
Basry di Kandangan 17 Mei 1949 yang
isinya menyatakan
bahwa rakyat
Indonesia di
Kalimantan Selatan
memaklumkan berdirinya
pemerintahan
Gubernur tentara ALRI
yang melingkupi
seluruh wilayah
Kalimantan Selatan. Wilayah itu dinyatakan
sebagai bagian dari
wilayah RI sesuai
Proklamasi
kemerdekaaan 17
agustus 1945. Upaya yang dilakukan
dianggap sebagai
upaya tandingan atas
dibentuknya Dewan
Banjar oleh Belanda. Menyusul kembalinya
Indonesia ke bentuk
negara kesatuan
kehidupan
pemerintahan di
daerah juga mengalamai
penataaan. Di wilayah
Kalimantan, penataan
antara lain berupa
pemecahan daerah
Kalimantan menjadi 3 propinsi masing-
masing Kalimantan
Barat, Timur dan
Selatan yang
dituangkan dalam UU
No.25 Tahun 1956. Berdasarkan UU No.21
Tahun 1957, sebagian
besar daerah sebelah
barat dan utara
wilayah Kalimantan
Selatan dijadikan Propinsi Kalimantan
Tengah. Sedangkan UU
No.27 Tahun 1959
memisahkan bagian
utara dari daerah
Kabupaten Kotabaru dan memasukkan
wilayah itu ke dalam
kekuasaan Propinsi
Kalimantan Timur.
Sejak saat itu Propinsi
Kalimantan Selatan tidak lagi mengalami
perubahan wilayah,
dan tetap seperti
adanya. Adapun UU
No.25 Tahun 1956
yang merupakan dasar pembentukan
Propinsi Kalimantan
Selatan kemudian
diperbaharui dengan
UU No.10 Tahun 1957
dan UU No.27 Tahun 1959( sumb: situs
Pemprop Kalsel) Sejarah Kalsel Bagi Kalimantan
Selatan, tanggal 1
Januari 1957 benar-
benar merupakan
momentum penting
dalam sejarahnya, mengingat pada
tanggal itu Kalimantan
Selatan resmi menjadi
Provinsi yang berdiri
sendiri di Pulau
Kalimantan, bersama- sama dengan Provinsi
Kalimantan Timur dan
Provinsi Kalimantan
Barat. Sebelumnya
ketiga Provinsi
tersebut berada dalam satu Provinsi,
yaitu Provinsi
Kalimantan. Sebelum menjadi
Provinsi yang berdiri
sendiri, sesungguhnya
Kalimantan Selatan
sudah merupakan
daerah yang paling menonjol di Pulau
Kalimantan, khususnya
Kota Banjarmasin
yang merupakan
pusat kegiatan politik,
ekonomi/perdagangan, dan pemerintahan,
baik semasa
penjajahan maupun
pada awal
kemerdekaan. Perkembangan
kehidupan
pemerintahan dan
kenegaraan di daerah
Kalimantan Selatan
sampai dengan permulaan abad 17
masih sangat kabur
karena kurangnya
data sejarah. Adanya
Hikayat Raja-Raja
Banjar dan Hikayat Kotawaringin tidak
cukup memberikan
gambaran yang pasti
mengenai keberadaan
Kerajaan-kerajaan
tersebut. Namun demikian
berdasarkan kedua
hikayat tersebut
dapat diketahui
bahwa pada abad 17
salah satu tokoh yaitu Pangeran
Samudera (cucu
Maharaja Sukarama)
dengan dibantu para
Patih bangkit
menentang kekuasaan pedalaman Nagara
Daha dan menjadikan
Bajarmasin di pinggir
Sungai Kwin sebagai
pusat
pemerintahannya (daerah ini disebut
Kampung Kraton). Pemberontakan
Pangeran Samudera
tersebut merupakan
pembuka jaman baru
dalam sejarah
Kalimantan Selatan sekaligus menjadi titik
balik dimulainya
periode Islam dan
berakhirnya jaman
Hindu. Sebab dialah
yang menjadi cikal bakal Islam Banjar dan
pendiri Kerajaan
Banjar. Dalam perkembangan
sejarah berikutnya
pada Tahun 1859
seorang Bangsawan
Banjar yaitu Pangeran
Antasari mengerahkan rakyat Kalimantan
Selatan untuk
melakukan
perlawanan terhadap
kaum kolonialisme
Belanda meskipun akhirnya pada Tahun
1905 perlawanan-
perlawanan berhasil
ditumpas oleh Belanda. Kelancaran hubungan
dengan Pulau Jawa
turut mempengaruhi
perkembangan di
Kalimantan Selatan.
Bertumbuhnya pergerakan-
pergerakan
kebangsaan di Pulau
Jawa dengan cepat
menyebar kedaerah
Kalimantan Selatan, hal ini tercermin
dengan dibentuknya
wadah-wadah
perjuangan pada
Tahun 1912 di
Banjarmasin seperti berdirinya Cabang-
cabang Sarikat Islam
di seluruh Kalimantan
Selatan. Seiring
dengan itu para
pemuda Kalimantan terdorong membentuk
Organisasi
Kepemudaan yaitu
Pemuda Marabahan,
Barabai dan lain-lain,
yang kemudian pada Tahun 1929
terbentuk Persatuan
Pemuda Borneo. Organisasi-organisasi
perjuangan tersebut
merupakan wadah
untuk
menyebarluaskan
kesadaran kebangsaan melawan
penjajahan Kolonial
Belanda. Pada periode pasca
Proklamasi
Kemerdekaan
merupakan momentum
yang paling heroik
dalam sejarah Kalimantan Selatan,
dimana pada tanggal
16 Oktober 1945
dibentuk Badan
Perjuangan yang
paling radikal yaitu Badan Pemuda
Republik Indonesia
Kalimantan (BPRIK)
yang dipimpin oleh
Hadhariyah M. dan A.
Ruslan, namun dalam perjalanan
selanjutnya gerakan
perjuangan ini
mengalami hambatan,
terutama dengan
disepakatinya perjanjian Linggarjati
pada tanggal 15
Nopember 1945.
Berdasarkan
perjanjian ini ruang
gerak pemerintah Republik Indonesia
menjadi terbatas
hanya pada kawasan
Pulau Jawa, Madura
dan Sumatera
sehingga organisasi- organisasi perjuangan
di Kalimantan Selatan
kehilangan kontak
dengan Jakarta,
kendati akhirnya pada
tahun 1950 menyusul pembubaran Negara
Indonesia Timur yang
dibentuk oleh kaum
kolonial Belanda, maka
Kalimantan Selatan
kembali menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari
Republik Indonesia
sampai saat ini
( sumb:situs Depdagri) KISAH ‘KERAJAAN
BANJAR’ SAMPAI
‘BANUA BANJAR’
HINGGA BERDIRINYA
PEMERINTAHAN PROPINSI
KALIMANTAN SELATAN Pangeran Samudera
diangkat menjadi raja
oleh Patih Masih, Patih
Balit, Patih Muhur,
dan Patih Balitung. Di
kampung Banjarmasih didirikan sebuah
Kraton, dengan rumah
asal, rumah Patih
Masih sendiri.
Kampung Banjarmasih
disebut sampai sekarang Kampung
Kraton (sekarang
Kampung Kuin). Di sini
terdapat kuburan
Raja Banjar yang
pertama sampai dengan Raja Banjar
yang ketiga. Ketika terjadi
penyerbuan ke
Bandar Muara Bahan
(sekarang
Marabahan), semua
penduduknya dan para pedagang
dipindah ke
Banjarmasih.
Penyerbuan ke Muara
Bahan menimbulkan
peperangan dengan Negara Daha yang
dipimpin oleh
Pangeran
Tumenggung yang
kemudian dengan
armada sungainya menyerang
Banjarmasih. Di ujung
Pulau Alalak terjadi
perang sungai yang
hebat, tetapi
Pangeran.Tumenggung akhirnya kalah,
armadanya hancur
oleh Pangeran
Samudera. Sejak
itulah terjadi perang
yang berlarut-Iarut. Pangeran Samudera
aklhirnya minta
bantuan Demak
(Kerajaan Islam di
Pulau Jawa), Karena
ikatan 2 kerajaan yang sangat baik dan
atas dasar bahwa
Pangeran Samudera
adalah sah dan lebih
berhak atas tahta
kerajaan dibanding Pangeran
Tumenggung yang
hanya seorang Paman
Demak bersedia lalu
menyiapkan puluhan
armada kapal perang beserta laskarnya
dan seorang
pemimpinnya. Setelah
Demak datang di
Bandarmasih,
Penyerbuan ditunda sampai musim air
pasang datang hingga
sungai dapat dilayari
oleh kapal-kapal
besar mereka, sambil
juga menunggu musim panen selesai untuk
logistik pasukan dan
makanan rakyat. Pada saat menunggu
beberapa bulan
persiapan penyerbuan
inilah Pangeran
Samudera mulai
tertarik dengan ajaran Islam yang
setiap hari sholat
berjamaah dilakukan
oleh seluruh Laskar
Demak serta kegiatan
ritual-ritual Agama Islam yang dipimpin
oleh Khatib Dayan.
Pangeran Samudera
(PS) yang sebelumnya
beragama Hindu Syiwa
banyak bertanya kepada Khatib Dayan
(KD); seperti berikut
DIBAWAH ini ; PS= “Apa yang
sedang diperbuat
…? KD= “Oh…itu tadi
kami sedang
sholat..” PS= “Apa
itu sholat..?” KD= “Kami menyembah
Tuhan kami yaitu :
Allah , Tuhan Kami”
dst…dst…. Pangeran
Samuderapun
akhirnya tertarik dan mau belajar, hingga
akhirnya secara
sukarela menyatakan
ingin memeluk Islam.
Karena Ia seorang
Pangeran yang sangat di cintai oleh
maka sebagian besar
rakyat pada akhirnya
juga memeluk Islam.
Demikian tiga hari
sesudah Hari Raya Idul Fitri, diadakanlah
peng-Islaman atas
Raja dan rakyatnya.
Pangeran Samudera
berganti nama
menjadi Pangeran Suriansyah. Dengan
semangat baru
persaudaraan Islam
melawan kezaliman
pamannya sendiri
yaitu Pangeran Tumenggung yang
telah merebut Tahta
dari Bapaknya ketika
Ia masih kecil. Dan
dengan persiapan
yang cukup matang mereka berangkat ke
Hulu sungai/pedalaman
penggempur Kerajaan
Negara Daha.
Persiapan terakhir
peperangan ini, dilakukan pada
tanggal 6 September
1526 setelah hampir
40 hari bertempur. Di
Jingah Besar,
Pangeran Samudera dapat mengalahkan
pasukan Daha. Ini
merupakan
kemenangan besar
yang pertama. Yang
terakhir dilakukan pada tanggal 24
September 1526.
Pertempuran tak lagi
dilakukan antara
pasukan dengan
pasukan, tetapi Duel pertarungan antara
raja yang bermusuhan
yang beragama Syiwa,
dengan yang baru
masuk Islam. Pangeran
Tumenggung melawan Pangeran Samudera.
Pada saat duel
Pangeran Samudera
tak mau melawan
pamannya, Pangeran
Tumenggung. Pangeran Samudera
lalu membuang
senjatanya, rela mati
dan tak mau melukai
apalagi membunuh
pamannya sendiri saat itulah pamannya
merasa iba hatinya.
Ialu memeluk
kemenakannya itu
dan mengalah,
menyerahkan semua regalia tahta
kerajaan kepadanya. Demikianlah tanggal
24 September 1526,
hari Sabtu Pon,
dijadikan :Hari
kemenangan
Pangeran Samudera. Hari itu telah
diserahkannya regalia
kerajaan Negara Daha
ke Pangeran
Samudera oleh
Pangeran Tumenggung.dan
merupakan cikal bakal
dynasti Kerajaan
Banjar. Pada tanggal,
bulan dan tahun ini
pulalah Pemerintah Kota Banjarmasin
menetapkan sebagai
hari jadi kota
Banjarmasin yang
diperingati setiap
tahunnya tanggal 24 September, 1526 Setelah Negara Daha
kalah. semua
penduduknya
diangkut ke
Banjarmasih.
Penduduk Ibukota Kerajaan baru itu
terdiri dari penduduk
Bandarmasih sendiri
(Oloh Masih),
penduduk Bandar
Muara Bahan, penduduk Kota lama
Negara Daha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar